Boeing F/A-18E/F Super Hornet
Boeing F/A-18E/F Super Hornet adalah pesawat tempur multirole generasi 4,5 bermesin jet ganda dengan fungsi khusus sebagai armada pesawat kapal induk buatan Boeing (dulu Mcdonnell Douglas) Amerika serikat. pesawat ini adalah kembangan dari varian terdahulu yaitu F/A-18 C/D Hornet dengan penambahan teknologi pesawat generasi 4,5 dengan fungsi tambahan sebagai pesawat tanker cadangan dengan kemampuan membawa sampai 5 bahan bakar eksternal dan mampu melakukan pengisian bahan bakar ke pesawat lain diudara.
Dirancang dan awalnya diproduksi oleh McDonnell Douglas, Super Hornet pertama terbang pada tahun 1995 meskipun produksi penuh dimulai pada september 1997 setelah merger yang terjadi antara McDonnell Douglas dan Boeing pada bulan sebelumnya. Super Hornet memasuki layanan Angkatan Laut Amerika Serikat mulai tahun 1999, menggantikan peran pesawat F-14 Tomcat mulai tahun 2006 dan bersanding dengan pesawat Hornet lama. Royal Australian Air Force (RAAF) yang menggunakan F/A-18A Hornet sejak tahun 1984 sebagai pesawat utama meskipun mereka tidak mempunyai kapal induk mulai memesan pesawat F/A-18F Super Hornet pada tahun 2007 untuk menggantikan peran pesawat F-111 Aardvark yang akan retired dan telah dikirim pada tahun 2010.
Super Hornet adalah versi upgrade dari pesawat F/A-18C/D Hornet dengan teknologi yang lebih maju, versi awal mulai dipasarkan oleh McDonnell Douglas sebagai Hornet 2000 sekitar tahun 1980-an dan Hornet 2000 konsep pun menjadi pesawat tempur canggih F/A-18 dengan sayap yang lebih besar, muatan yang lebih luas untuk membawa bahan bakar tambahan dan senjata juga mesin jet yang lebih bertenaga.
Dunia penerbangan Angkatan Laut Amerika Serikat menghadapi sejumlah masalah pada awal tahun 1990-an ketika program A-12 Avengger II untuk menggantikan pesawat A-6 Intruder dan A-7 Corsair II mengalami masalah serius dan dibatalkan. setelah masa perang dingin terjadi restrukturisasi militer dan pemotongan anggaran, dengan tidak adanya program kerja baru maka angkatan laut memperbaharui program yang sudah ada saja dan McDonnall Douglas menawarkan Hornet untuk menggantikan A-6 Intruder dengan desain F/A-18 awal dan kebetulan U.S Navy juga membutuhkan armada tempur baru karena pembatalan Program NATF yang kelak akan menjadi pesawat tempur F-22 Raptor.
Dirancang dan awalnya diproduksi oleh McDonnell Douglas, Super Hornet pertama terbang pada tahun 1995 meskipun produksi penuh dimulai pada september 1997 setelah merger yang terjadi antara McDonnell Douglas dan Boeing pada bulan sebelumnya. Super Hornet memasuki layanan Angkatan Laut Amerika Serikat mulai tahun 1999, menggantikan peran pesawat F-14 Tomcat mulai tahun 2006 dan bersanding dengan pesawat Hornet lama. Royal Australian Air Force (RAAF) yang menggunakan F/A-18A Hornet sejak tahun 1984 sebagai pesawat utama meskipun mereka tidak mempunyai kapal induk mulai memesan pesawat F/A-18F Super Hornet pada tahun 2007 untuk menggantikan peran pesawat F-111 Aardvark yang akan retired dan telah dikirim pada tahun 2010.
Super Hornet adalah versi upgrade dari pesawat F/A-18C/D Hornet dengan teknologi yang lebih maju, versi awal mulai dipasarkan oleh McDonnell Douglas sebagai Hornet 2000 sekitar tahun 1980-an dan Hornet 2000 konsep pun menjadi pesawat tempur canggih F/A-18 dengan sayap yang lebih besar, muatan yang lebih luas untuk membawa bahan bakar tambahan dan senjata juga mesin jet yang lebih bertenaga.
Dunia penerbangan Angkatan Laut Amerika Serikat menghadapi sejumlah masalah pada awal tahun 1990-an ketika program A-12 Avengger II untuk menggantikan pesawat A-6 Intruder dan A-7 Corsair II mengalami masalah serius dan dibatalkan. setelah masa perang dingin terjadi restrukturisasi militer dan pemotongan anggaran, dengan tidak adanya program kerja baru maka angkatan laut memperbaharui program yang sudah ada saja dan McDonnall Douglas menawarkan Hornet untuk menggantikan A-6 Intruder dengan desain F/A-18 awal dan kebetulan U.S Navy juga membutuhkan armada tempur baru karena pembatalan Program NATF yang kelak akan menjadi pesawat tempur F-22 Raptor.
gambar perbandingan hornet dan super hornet
Pada dasarnya Super Hornet adalah armada tempur utama U.S Navy di Armada Kapal Induk secara keseluruhan dan juga sudah banyak diekspor ke negara sekutu Amerika baik varian Hornet maupun Super Hornet namun sejak hadirnya pesawat baru F-35C Lightning II pada U.S. Navy agak membingungkan konggres karena sebagian besar armada Super Hornet masih baru dan penjualan Super Hornet dianggap beresiko rendah 'derivatif' namun sama saja bohong karena penjualannya hanya kepada sekutu dekat Amerika saja sedangkan F-35B/C Lightning II juga ditawarkan penjualannya kepada banyak negara dan sudah banyak yang memesan.
Super Hornet pertama terbang pada tanggal 29 november 1995 dan produksi perdana dimulai tahun itu juga, pengujian penerbangan dimulai pada tahun 1996 dengan pendaratan kapal pertama pada tahun 1997. produksi awal dimulai maret 1997 dan produksi penuhnya dimulai september 1997, pengujian dilanjut sampai tahun 1999 dengan sea trial dan pengisian bahan bakar diudara. pengujian dan test penerbangan mencapai 3.100 test dengan 4.600 jam terbang. Super Hornet U.S Navy menjalani test operasional dan evaluasi pada tahun 1999 dan telah disetujui pada februari 2000.
Pembelian Super Hornet oleh U.S Navy telah sukses melalui serangkaian jadwal pertemuan dan memenuhi persyaratan berat pesawat, meskipun memiliki tata letak dan sistem yang sama dengan Hornet namun membutukan susunan ketapel dan sistem penangkap yang berbeda karena Super Hornet lebih berat dan juga untuk memudahkan operasional dan keamanan maka operator memberi nama 'badak/ rhino' untuk membedakan dengan Hornet yang sebelumnya namanya digunakan oleh pesawat F-4 Phantom II yang sudah pensiun sejak tahun 1987.
U.S Navy telah menggunakan Super Hornet varian kursi tunggal maupun kursi ganda dalam peran pertempuran menggantikan F-14 Tomcat, A-6 Intruder, S-3 Viking dan KA-6D yang sudah pensiun, varian terbaru juga telah hadir yaitu EA-18G Growler dengan tugas untuk melakukan peperangan elektronik menggantikan peran EA-6B Prowler. kehadiran Super Hornet disebut oleh U.S Navy sebagai "neck down" karena dalam era perang Vietnam kemampuan Super Hornet telah menggantikan peran A-1/A-4/A-7 (serangan ringan), A-6 (serangan sedang), F-4/F-8 (fighter), RA-5C (recon),KA-3/KA-6 (tanker) dan EA-6 (peperangan elektronik) sekaligus dalam satu pesawat sehingga bisa menghemat pengeluaran sampai $1 billion untuk satu pesawat.
Pada tahun 2003 U.S Navy mengidentifikasi adanya masalah pada tiang bawah sayap yang dapat mengurangi umur pesawat jika tidak diperbaiki, masalah telah diperbaiki pada pesawat baru dan perbaikan pada pesawat lama akan dimulai pada tahun 2009. setelah integrasi armada awal mulai Boeing mulai mengup-grade ke pesawat Block II menggabungkan radar AESA yang lebih baik, display yang lebih luas, teknologi helm baru dan perubahan Avionik pesawat.
Super Hornet pertama terbang pada tanggal 29 november 1995 dan produksi perdana dimulai tahun itu juga, pengujian penerbangan dimulai pada tahun 1996 dengan pendaratan kapal pertama pada tahun 1997. produksi awal dimulai maret 1997 dan produksi penuhnya dimulai september 1997, pengujian dilanjut sampai tahun 1999 dengan sea trial dan pengisian bahan bakar diudara. pengujian dan test penerbangan mencapai 3.100 test dengan 4.600 jam terbang. Super Hornet U.S Navy menjalani test operasional dan evaluasi pada tahun 1999 dan telah disetujui pada februari 2000.
Pembelian Super Hornet oleh U.S Navy telah sukses melalui serangkaian jadwal pertemuan dan memenuhi persyaratan berat pesawat, meskipun memiliki tata letak dan sistem yang sama dengan Hornet namun membutukan susunan ketapel dan sistem penangkap yang berbeda karena Super Hornet lebih berat dan juga untuk memudahkan operasional dan keamanan maka operator memberi nama 'badak/ rhino' untuk membedakan dengan Hornet yang sebelumnya namanya digunakan oleh pesawat F-4 Phantom II yang sudah pensiun sejak tahun 1987.
U.S Navy telah menggunakan Super Hornet varian kursi tunggal maupun kursi ganda dalam peran pertempuran menggantikan F-14 Tomcat, A-6 Intruder, S-3 Viking dan KA-6D yang sudah pensiun, varian terbaru juga telah hadir yaitu EA-18G Growler dengan tugas untuk melakukan peperangan elektronik menggantikan peran EA-6B Prowler. kehadiran Super Hornet disebut oleh U.S Navy sebagai "neck down" karena dalam era perang Vietnam kemampuan Super Hornet telah menggantikan peran A-1/A-4/A-7 (serangan ringan), A-6 (serangan sedang), F-4/F-8 (fighter), RA-5C (recon),KA-3/KA-6 (tanker) dan EA-6 (peperangan elektronik) sekaligus dalam satu pesawat sehingga bisa menghemat pengeluaran sampai $1 billion untuk satu pesawat.
Pada tahun 2003 U.S Navy mengidentifikasi adanya masalah pada tiang bawah sayap yang dapat mengurangi umur pesawat jika tidak diperbaiki, masalah telah diperbaiki pada pesawat baru dan perbaikan pada pesawat lama akan dimulai pada tahun 2009. setelah integrasi armada awal mulai Boeing mulai mengup-grade ke pesawat Block II menggabungkan radar AESA yang lebih baik, display yang lebih luas, teknologi helm baru dan perubahan Avionik pesawat.
Diawal tahun 2008 Boeing mendiskusikan akan membuat Super Hornet Block III dengan pemerintah Amerika serikat dan milter Australia, ini akan menjadikan pesawat menjadi pesawat tempur generasi 4,75 dengan kemampuan Siluman dan jangkauan lebih luas, diharapkan berhasil tahun 2024 sehingga menjadi pesawat tempur generasi keenam (F/A-XX).
Pengembangan mesin jet F-414 lebih ditingkatkan dengan ketahanan terhadap partikel berbahaya dan mengurangi tingkat pembakaran bahan bakar pada tahun 2009, penelitian juga sedang dilakukan untuk meningkatkan performa hingga meningkatkan daya dorong hingga 20%.
Boeing sedang mempelajari tentang centerline pod yang akan memiliki empat cantelan untuk misil AIM-120-AMRAAM dan 500-lb Joint Direct Attack Munition (JDAM) dengan cara yang sama seperti pada Boeing F-15SE Silent Eagle tapi kurang efek siluman, perbaikan lain seperti dagu yang dipasangi IRST dan semua aspek peringatan rudal laser seperti pada pesawat F-35. Boeing juga menawarkan Super Hornet dengan spesifikasi teratas versi internasional kepada India.
Super Hornet adalah pesawat baru yang memiliki besar lebih 20%, berat kosong 3.200 kg lebih berat, 6.800 kg lebih berat maksimum, 33% lebih bahan bakar internal, jangkauan misi lebih 40% dan daya tahan lebih dari 50% dari pesawat Hornet lama. berat kosong lebih rendah 5.000 kg dari berat kosong F-14 Tomcat yang digantikan namun tidak sesuai dengan payload pesawat.
Badan depan pesawat tidak banyak berubah dengan model awal F/A-18C/D, badan membentang sampai 34 inchi untuk membuat ruang untuk bahan bakar, upgrade Avionik terbaru dan peningkatan ruang sayap sampai 25%, namun memiliki komponen struktural 42% lebih sedikit dari Hornet. Mesin jet baru General Electric F-414 dikembangkan dari mesin jet GE F-404 Hornet dengan dorongan tambahan sebesar 35%, Super Hornet dapat kembali ke kapal induk dengan beban yang lebih besar, sisa bahan bakar dan amunisi lebih dari Hornet, kemampuan ini disebut "bring back" dan untuk Super Hornet bring back nya sebesar 4.100 kg.
gambar mesin GE F-414-400
Pengembangan mesin jet F-414 lebih ditingkatkan dengan ketahanan terhadap partikel berbahaya dan mengurangi tingkat pembakaran bahan bakar pada tahun 2009, penelitian juga sedang dilakukan untuk meningkatkan performa hingga meningkatkan daya dorong hingga 20%.
Boeing sedang mempelajari tentang centerline pod yang akan memiliki empat cantelan untuk misil AIM-120-AMRAAM dan 500-lb Joint Direct Attack Munition (JDAM) dengan cara yang sama seperti pada Boeing F-15SE Silent Eagle tapi kurang efek siluman, perbaikan lain seperti dagu yang dipasangi IRST dan semua aspek peringatan rudal laser seperti pada pesawat F-35. Boeing juga menawarkan Super Hornet dengan spesifikasi teratas versi internasional kepada India.
Super Hornet adalah pesawat baru yang memiliki besar lebih 20%, berat kosong 3.200 kg lebih berat, 6.800 kg lebih berat maksimum, 33% lebih bahan bakar internal, jangkauan misi lebih 40% dan daya tahan lebih dari 50% dari pesawat Hornet lama. berat kosong lebih rendah 5.000 kg dari berat kosong F-14 Tomcat yang digantikan namun tidak sesuai dengan payload pesawat.
Badan depan pesawat tidak banyak berubah dengan model awal F/A-18C/D, badan membentang sampai 34 inchi untuk membuat ruang untuk bahan bakar, upgrade Avionik terbaru dan peningkatan ruang sayap sampai 25%, namun memiliki komponen struktural 42% lebih sedikit dari Hornet. Mesin jet baru General Electric F-414 dikembangkan dari mesin jet GE F-404 Hornet dengan dorongan tambahan sebesar 35%, Super Hornet dapat kembali ke kapal induk dengan beban yang lebih besar, sisa bahan bakar dan amunisi lebih dari Hornet, kemampuan ini disebut "bring back" dan untuk Super Hornet bring back nya sebesar 4.100 kg.
gambar mesin GE F-414-400
Perbedaan lainnya adalah Intake persegi panjang berbeda dengan Intake oval milik Hornet dan tambahan Hardpoints sebanyak dua buah dengan total 11 buah serta perubahan aerodinamis signifikan adalah Leading Edge Extensions (LEX) lebih besar yang menyediakan perbaikan karakteristik pusaran angkatan di sudut tinggi manuver serangan dan mengurangi margin stabilitas statis untuk meningkatkan karakteristik lemparan, hal ini menyebabkan tingkat lemparan lebih dari 40 derajat perdetik dan resistansi tinggi untuk keberangkatan dan kontrol penerbangan.
Survivabilitas merupakan fitur penting dari desain U.S Navy Super Hornet dengan program U.S Navy "balanced approach" dan mengedepankan desain survivability, ini berarti tidak bertumpu pada pengamatan rendah teknologi seperti sistem stealth dengan mengesampingkan faktor keselamatan, sebaliknya desain yang menggabungkan kombinasi stealth, kemampuan peperangan elektronik modern, menaklukkan misil balistik, penggunaan senjata pengelak dan taktik inovatif secara akumulatif dan kolektif meningkatkan keamanan awak pesawat.
RCS Super Hornet telah banyak dikurangi dari berbagai aspek terutama bagian depan dan belakang, desain pintu udara mesin mengurangi RCS depan pesawat dan penyesuaian leading edge dari engine inlets dirancang untuk menyebarkan radiasi ke samping, kipas tetap membalikkan energi radar diterowongan pintu masuk hingga menjauh dari putaran baling-baling.
Super Hornet juga menggunakan cukup banyak gerigi panel dan penyesuaian tepi, perhatian yang cukup besar adalah penghapusan isi permukaan yang tidak perlu digabung dengan celah dan rongga resonasi dimana F/A-18A-D menggunakan kisi-kisi untuk menutup berbagai aksesori knalpot dan saluran masuk sedangkan F/A-18E-F menggunakan panel berlubang yang muncul samar-samar pada gelombang radar di frekuensi yang digunakan. sikap kehati-hatian diterapkan pada penyesuaian banyak batasan panel-panel dan tepian untuk menguraikan gelombang berjalan jauh dari pesawat. hal ini menyatakan bahwa Super Hornet mengurangi RCS paling luas dari pesawat sekelasnya kecuali F-22 dan F-35 karena F/A-18E/F bukan pesawat siluman sejati dan hanya mempunyai RCS paling kecil dari pesawat generasi sebelumnya.
Perangkat lunak dan Avionik Super Hornet memiliki kesamaan 90% dengan F/A-18C/D terbaru, pesawat memiliki fitur sentuh yang sensitif, layar kontrol didepan, liquid crystal multipurpose color display lebih besar dan tampilan bahan bakar yang baru. pesawat memiliki Quadruplex digital fly-by-wire sistem serta sistem kontrol penerbangan dgital yang mendeteksi dan memperbaiki kesalahan pertempuran. model produksi awal menggunakan radar APG-73 kemudian digantikan oleh radar APG-79 Active Electronically Scanned Array (AESA).
Survivabilitas merupakan fitur penting dari desain U.S Navy Super Hornet dengan program U.S Navy "balanced approach" dan mengedepankan desain survivability, ini berarti tidak bertumpu pada pengamatan rendah teknologi seperti sistem stealth dengan mengesampingkan faktor keselamatan, sebaliknya desain yang menggabungkan kombinasi stealth, kemampuan peperangan elektronik modern, menaklukkan misil balistik, penggunaan senjata pengelak dan taktik inovatif secara akumulatif dan kolektif meningkatkan keamanan awak pesawat.
RCS Super Hornet telah banyak dikurangi dari berbagai aspek terutama bagian depan dan belakang, desain pintu udara mesin mengurangi RCS depan pesawat dan penyesuaian leading edge dari engine inlets dirancang untuk menyebarkan radiasi ke samping, kipas tetap membalikkan energi radar diterowongan pintu masuk hingga menjauh dari putaran baling-baling.
Super Hornet juga menggunakan cukup banyak gerigi panel dan penyesuaian tepi, perhatian yang cukup besar adalah penghapusan isi permukaan yang tidak perlu digabung dengan celah dan rongga resonasi dimana F/A-18A-D menggunakan kisi-kisi untuk menutup berbagai aksesori knalpot dan saluran masuk sedangkan F/A-18E-F menggunakan panel berlubang yang muncul samar-samar pada gelombang radar di frekuensi yang digunakan. sikap kehati-hatian diterapkan pada penyesuaian banyak batasan panel-panel dan tepian untuk menguraikan gelombang berjalan jauh dari pesawat. hal ini menyatakan bahwa Super Hornet mengurangi RCS paling luas dari pesawat sekelasnya kecuali F-22 dan F-35 karena F/A-18E/F bukan pesawat siluman sejati dan hanya mempunyai RCS paling kecil dari pesawat generasi sebelumnya.
Perangkat lunak dan Avionik Super Hornet memiliki kesamaan 90% dengan F/A-18C/D terbaru, pesawat memiliki fitur sentuh yang sensitif, layar kontrol didepan, liquid crystal multipurpose color display lebih besar dan tampilan bahan bakar yang baru. pesawat memiliki Quadruplex digital fly-by-wire sistem serta sistem kontrol penerbangan dgital yang mendeteksi dan memperbaiki kesalahan pertempuran. model produksi awal menggunakan radar APG-73 kemudian digantikan oleh radar APG-79 Active Electronically Scanned Array (AESA).
gambar Raytheon APG-79 AESA Radar
AN/ASQ-228 ATFLIR (Advanced Targeting Forward Looking Infra Red) adalah sensor elektro optik utama dan polong penanda laser untuk Super Hornet, sistem pertahanan dikoordinasikan melalui Integrated Defensive Countermeasures System (IDECM) termasuk ALE-47 Countermeasures dispenser, ALE-50 towed decoy digantikan ALE-55 towed decoy, AN/ALR-67(V) 3 Radar penerima peringatan, ALQ-165 Airborne Self-Protect Jammer (ASPJ) dan Infrared and Ultraviolet Missile Aproach Warning System (MAWS). Super Hornet juga memiliki pencahayaan interior dan eksterior yang memungkinkan awak udara menggunakan teropong malam (NVG).
gambar mulai atas AN/ASQ-228 ATFLIR, AN/ALR-67(V) 3, ALE-55 dan ALQ-165
gambar mulai atas AN/ASQ-228 ATFLIR, AN/ALR-67(V) 3, ALE-55 dan ALQ-165
Super Hornet tidak seperti Hornet sebelumnya dimana pesawat dapat berfungsi sebagai tanker udara dan dilengkapi dengan Aerial Refueling System (ARS) sehingga bisa melakukan pengisian bahan bakar di udara ke pesawat tempur lainnya, ARS mencakup bahan bakar ekternal U.S Gallon 330 (1200 l) dengan rel selang ditengah badan pesawat bersama empat U.S Gallon 480 (1800 l) jadi totalnya menjadi 13.000 kg bahan bakar internal dan eksternal, meskipun berguna namun kurang efektif karena akan mengorbankan efektifitas misi.
Awal tahun 2005 pesawat baru mendapatkan radar APG-79 AESA sedangkan pesawat lama masih menggunakan radar APG-73 dan pada januari 2008 135 pesawat produksi lama mendapatkan upgrade radar AESA melaui program Retrofit. radar AESA memiliki banyak keuntungan seperti peran kru yang dapat melakukan serangan simultan udara ke udara maupun udara ke darat, APG-79 juga dapat melakukan pemetaan resolusi tanah dengan kualitas tinggi pada jangkauan yang lebih panjang, AESA juga dapat mendeteksi target yang lebih kecil seperti rudal Inbound dan dapat melacak sasaran udara diluar jangkauan pesawat sendiri. VFA-213 Black Lion adalah skuadron super hornet pertama yang sudah menggunakan radar AESA sejak 27 oktober 2006 dan dinyatakan aman untuk penerbangan.
ALE-55 Fiber-optic towed decoy akan mulai menggantikan ALE-50 dan jammer AN/ALQ 214 mulai ditambahkan pada Super Hornet block II.
Skuadron VFA-213 telah menerima Joint Helmet Mounted Cueing System (JHMCS) untuk ko-pilot pada 18 mei 2007, VFA-213 menjadi skuadron pertama yang menerima Dual Cockpit Cueing System untuk kedua pilot dan petugas senjata. JHCMS juga menyediakan isyarat tinggi penggunaan Rudal AIM-9X Sidewinder juga Shared Reconnaissance Pod sebuah sistem pengintaian taktis udara digital beresolusi tinggi baik untuk siang atau malam maupun dengan segala cuaca.
gambar JHMCS model
gambar kokpit depan
gambar kokpit belakang
Awal tahun 2005 pesawat baru mendapatkan radar APG-79 AESA sedangkan pesawat lama masih menggunakan radar APG-73 dan pada januari 2008 135 pesawat produksi lama mendapatkan upgrade radar AESA melaui program Retrofit. radar AESA memiliki banyak keuntungan seperti peran kru yang dapat melakukan serangan simultan udara ke udara maupun udara ke darat, APG-79 juga dapat melakukan pemetaan resolusi tanah dengan kualitas tinggi pada jangkauan yang lebih panjang, AESA juga dapat mendeteksi target yang lebih kecil seperti rudal Inbound dan dapat melacak sasaran udara diluar jangkauan pesawat sendiri. VFA-213 Black Lion adalah skuadron super hornet pertama yang sudah menggunakan radar AESA sejak 27 oktober 2006 dan dinyatakan aman untuk penerbangan.
ALE-55 Fiber-optic towed decoy akan mulai menggantikan ALE-50 dan jammer AN/ALQ 214 mulai ditambahkan pada Super Hornet block II.
Skuadron VFA-213 telah menerima Joint Helmet Mounted Cueing System (JHMCS) untuk ko-pilot pada 18 mei 2007, VFA-213 menjadi skuadron pertama yang menerima Dual Cockpit Cueing System untuk kedua pilot dan petugas senjata. JHCMS juga menyediakan isyarat tinggi penggunaan Rudal AIM-9X Sidewinder juga Shared Reconnaissance Pod sebuah sistem pengintaian taktis udara digital beresolusi tinggi baik untuk siang atau malam maupun dengan segala cuaca.
gambar JHMCS model
gambar kokpit depan
gambar kokpit belakang
Dimasa depan deteksi target udara ke udara menggunakan Infra-Red Search and Track (IRST) pasif, sensor jarak jauh mendeteksi emisi gelombang panjang infra merah akan menggunakan larutan yang unik. perangkat baru ini akan menjadi sensor yang akan dipasang di depan tangki bahan bakar eksternal tengah, kemampuan operasional perangkat ini akan diharapkan ada pada tahun 2013 dan pada 18 mei 2009 Lockheed Martin telah dipilih oleh Boeing untuk mengembangkan perangkat ini.
gambar sketsa IRST
Armament :
- Guns: 1× 20 mm M61 Vulcan nose mounted gatling gun, 578 rounds
- Hardpoints: 11 total: 2× wingtips, 6× under-wing, and 3× under-fuselage with a capacity of 17,750 lb (8,050 kg) external fuel and ordnance
- Rockets:
- Missiles:
- Air to Air Missiles :
- 4×AIM-9 Sidewinder or 4× AIM-120 AMRAAM
- 2× AIM-7 Sparrow or additional 2× AIM-120 AMRAAM
- Air to Surface Missiles :
- AGM-65 Maverick
- Standoff Land Attack Missile (SLAM-ER)
- AGM-88 HARM Anti radiation missile
- AGM-154 Joint Standoff Weapon (JSOW)
- Anti ships Missiles:
- AGM-84 Harpoon
- Air to Air Missiles :
- Bombs:
- JDAM Precision guided-munition (PGMs)
- Paveway series of Laer guided Bombs
- MK-80 Series of unguided Iron Bombs
- CBU-87 Cluster
- CBU-78 Gator
- CBU-97
- MK-20 Rockeye II
- Others:
- SUU-42A/A Flares/Infrared decoys dispenser pod and chaff pod
- Electronic Countermeasures (ECM) pod
- AN/ASQ-228 ATFLIR Targeting pod
- up to 3× 330 U.S Gallon (1,200 L) Sargent Fletcher drop tanks for ferry flight or extended range/loitering time
- 1× 330 US gal (1,200 L) tank and 4× 480 US gal (1,800 L) tanks for aerial refueling system (ARS).